Langsung ke konten utama

Suku Luwu, Suku Makassar, Suku Bugis.

 🚩Suku Luwu, Suku Makassar, Suku Bugis.

Laporan : Sutan Bandaro Sati

SULAWESI - Warta Sunda Nusantara,

Di Sulawesi Selatan dan sekitarnya, ada beberapa suku berbeda tapi oleh pengkaji antropologi dianggap serumpun.

Suku-suku itu antara lain : 

- Suku Luwu (suku Luwuk).

- Suku Mangkasara' (suku Makassar).

- Suku Ugi' (suku Bugis).

- Suku Mandar.

-  Suku Toraja.

- dll.


Ada perbedaan bahasa, dialek, logat antara suku Bugis, suku Makassar, suku Toraja, dan suku Mandar. Begitu pula dalam karakter dan adat-istiadat.


Suku Makassar jelas berbeda dengan suku Bugis, meski sama-sama berasal dari Sulawesi Selatan. 

Seperti juga orang Sunda berbeda dengan orang Jawa, meski sama-sama berasal dari Pulau Jawa.


Makassar adalah nama kota, nama suku, dan  nama bahasa.

Bugis, bukanlah nama kota, melainkan hanya nama suku dan nama bahasa.


👉Kedatuan Luwu adalah kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dan merupakan asal muasal lahirnya kerajaan - kerajaan lain seperti kerajaan Bone, kerajaan Gowa, kerajaan Soppeng, kerajaan Wajo, kerajaan Sidenreng Rappang dan Mandar.

Kerajaan Luwu adalah kerajaan tertua, terbesar, dan terluas di Sulawesi Selatan yang wilayahnya mencakup Tana Luwu, Tana Toraja, Kolaka, dan Poso.Luwu adalah suku bangsa yang besar yang terdiri dari 12 anak suku. Walaupun orang sering mengatakan bahwa Luwu termasuk suku Bugis, tetapi orang-orang Luwu itu sendiri menyatakan mereka bukan suku Bugis, tetapi suku Luwu.


👉Namun Istilah Bugis dan suku Bugis itu sendiri berasal usul dari etnis Luwu (suku bangsa Luwu).

Kenapa bisa begitu.?

Istilah "Bugis" berasal usul dari istilah < Ugi' >.

Suku Ugi' =  Suku Bugis.

Mereka adalah orang-orang Luwu yang bermigrasi ke daerah yang sekarang disebut Tana Bone dan Tana Wajo dan membentuk sebuah kerajaan. 

Kesimpulan diatas adalah sesuai dengan pemberitaan lontara Pammana yang mengisahkan pembentukan suku Ugi’ (Bugis) di daerah Cina Rilau dan Cina Riaja, yang keduanya disebut pula Tana Ugi’. 

Mereka menamakan dirinya Ugi’, yang diambil dari akhir kata nama rajanya bernama La Sattumpugi yang merupakan sepupu dua kali dari Sawerigading dan juga suami dari We Tenriabeng, saudara kembar dari Sawerigading.

Jadi sebenarnya bukan Luwu itu yg Bugis, melainkan sebaliknya suku Bugis itu berasal usul dari suku bangsa Luwu.

Luwu adalah induk dari suku Bugis.

Sungguh keterlaluan bila masih ada saja orang Bugis yg hendak membugiskan Luwu.


👉Kerajaan Luwu diperkirakan berdiri sekitar abad X yang dibangun oleh, sekaligus sebagai raja pertama adalah Batara Guru (Tomanurung).

Kerajaan Luwu merupakan kerajaan paling sepuh di antara beberapa kerajaan di Sulawesi Selatan karena asal-usul setiap raja di Sulawesi Selatan berasal dari Luwu. 

Seperi dalam kerajaan Gowa, mereka meyakini bahwa raja pertama mereka mempunyai asal-usul dari kerajaan Luwu begitu halnya dengan kerajaan Bone dan kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan.

Pusat kerajaan Luwu (Ware’) pertama adalah di daerah Ussu(Manussu).


Kerajaan Luwu merupakan kerajaan pertama di Sulawesi Selatan yang menganut agama Islam. Agama Islam sendiri di bawa ke Tana Luwu oleh Datok Sulaiman dan Datok Ri Bandang yang datang dari Minangkabau. Mereka pertama kali tiba di Luwu tepatnya di desa Lapandoso, kecamatan Bua, kabupaten Luwu.


👉Suku Makassar adalah nama Melayu untuk sebuah etnis yang mendiami pesisir selatan pulau Sulawesi. 

Lidah Makassar menyebutnya Mangkasara' (baca: Mangkasarak).

Mangkasara' berakar dari kata "kasarak" yg bermakna "tampak" atau "terbuka".

Jadi Mangkasara' berarti "Mereka yang Bersifat Terbuka".


Suku Makassar itu bukanlah suku Bugis walaupun mayoritas suku Makassar berasal usul dari Luwu.

Benang merah kesamaan asal usul itulah salah satu faktor yg menyebabkan para antropolog menganggap suku Makassar berkerabat dg suku Bugis, tapi bukan berarti suku Makassar itu adalah suku Bugis.

Bahasa Makassar tidak sama dg bahasa Bugis, walaupun dianggap masih berkerabat dg bahasa Bugis.

Perbedaan antara bahasa Bugis dan Makassar ini adalah salah satu ciri yang membedakan kedua suku tersebut.


Bahasa Makassar yang asli, sebenarnya masih bisa ditemukan di daerah Gowa bagian selatan tepatnya di kaki gunung Lompobattang.

Di desa Lompobattang ini keaslian bahasa Makassar masih terjamin karena belum tercampuri oleh perkembangan bahasa modern maupun dari bahasa-bahasa suku lain. 

Bahasa Makassar yang tergolong masih murni, bisa ditemukan di daerah Gowa (Sungguminasa, Lembang Bu’ne, Malino dan Malakaji), di Takalar, lalu di Jeneponto (Bontosunggu, Tolo' dan Rumbia), di Bantaeng (Dammpang) dan di Bulukumba (Tanete).


Dalam perkembangannya, logat orang Makassar dan Indonesia Timur pada umumnya terdengar mirip dengan logat orang Spanyol/Portugis.

Sejak abad lampau, Makassar adalah daerah pelabuhan lintas perdagangan dari berbagai negara termasuk Portugis dan Spanyol. Ini membuat Makassar pada masa lampau sangat mudah menyerap berbagai kultur yang datang.

Beberapa kosa kata bahasa Makassar sampai sekarang masih ada jejak Portugisnya. Misalnya kata bahasa Makassar kadera (kursi) mirip dengan kata Portugis cadeira yang juga berarti kursi.

Dijaman kerajaan di Makassar belum seluruhnya Islam, nama-nama bangsawan di daerah ini masih menggunakan nama yang berbau Portugis (seperti di Timor sampai saat ini). Bahkan di antara bangsawan itu ada juga yang menganut Katolik seperti orang Portugis. Kedaaan ini kemudian berubah setelah seluruh kerajaan berhasil di-Islam-kan.


Sejak masyarakat Makassar memeluk Islam, segala bentuk kepercayaan agama purba mereka pun ditinggalkan. 

Agama Islam telah hadir di kalangan masyarakat orang Makassar sejak berabad-abad yang lalu. 

Mereka adalah penganut Islam yang kuat. Agama Islam menjadi agama rakyat bagi suku Makassar, sehingga beberapa tradisi adat dan budaya serta dalam kehidupan sehari-hari suku Makassar banyak dipengaruhi oleh tradisi dan budaya yang mengandung unsur Islami.


👉Terbentuknya suku Makassar berawal dari lahirnya Kerajaan Gowa yang membentuk dan melahirkan masyarakat baru yang terbuka dan menyebut diri sebagai orang-orang Mangkasara'. 

Mereka terhimpun dari suku bangsa Luwu, Melayu, Minangkabau, suku Orang Laut, dll. 

Sebuah kolaborasi unggul yg membangun Kerajaan Gowa, yakni gabungan antara bangsawan tinggi kerajaan Luwu dan suku bangsa Luwu yang berjiwa penakluk dan gemar berperang, unsur-unsur pemerintahan adat Minangkabau yang demokratis dan suka berdagang, Melayu yg juga gemar berdagang, dan suku Orang Laut yang tangguh dan jaya di laut. 


Tak heran pada abad ke-14-17, dengan simbol Kerajaan Gowa, mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan kekuatan armada laut yang besar dan berhasil membentuk suatu Imperium bernafaskan Islam, mulai dari keseluruhan pulau Sulawesi, Kalimantan bagian Timur, NTT, NTB, Maluku, Brunei, Papua dan Australia bagian utara. 

Mereka menjalin Traktat dengan Bali, kerjasama dengan Malaka dan Banten dan seluruh kerajaan lainnya dalam lingkup Nusantara maupun Internasional (khususnya Portugis). 

Kerajaan2 Bugis seperti Kerajaan Bone dan Wajo adalah diantara kerajaan2 taklukan dari Kerajaan Gowa.

Rakyat Kerajaan Gowa inilah yang disebut suku bangsa Mangkasara' (Makassar), yang merupakan keturunan campuran antara suku bangsa Luwu dengan kaum pendatang.


Kerajaan ini juga menghadapi perang yang dahsyat dengan Belanda hingga kejatuhannya akibat adu domba Belanda terhadap kerajaan taklukannya.

Pikiran bahwa Bugis dan Makassar adalah serumpun berasal dari penaklukan kerajaan seperti Bone dan Wajo oleh kerajaan Gowa.

Kerajaan Bone dan Wajo adalah kerajaan2 dari suku Bugis.

Sedang kerajaan Gowa adalah kerajaan dari masyarakat suku Makassar.

Terlalu lebay yg menyamakan suku Bugis dg suku Makassar.

Benang merah kesamaan asal usul dari Luwu juga salah satu faktor yg menyebabkan sebagian antropolog dan sebagian penulis sejarah menganggap suku Makassar itu berkerabat dg suku Bugis, tapi bukan berarti suku Makassar itu adalah suku Bugis.


Jadi...

Suku Makassar adalah suku Makassar, bukan Bugis ataupun Bugis-Makassar.

Suku Makassar berbeda dg suku Bugis.

Tapi tentu tidak masalah bila ada yang mengaku berdarah Bugis-Makassar ataupun Makassar-Bugis karena sudah berbaur akibat perkawinan antara Makassar dgn Bugis.

Namun pada prinsipnya suku Makassar adalah suku Makassar, bukan bugis ataupun bugis-makassar.

Sedangkan Kerajaan Luwu dan suku bangsa Luwu, adalah ibu dari mereka semua.

-------

Link postingan : https://www.facebook.com/100002639397292/posts/3359387844159162/?app=fbl

-

Postingan terkait :

Orang Luwu, Bone, Gowa, Wajo, Soppeng, Sidenreng dan Suppa.

Siapakah leluhur mereka.?

https://www.facebook.com/100002639397292/posts/2281644171933540/?app=fbl

-----

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaahéngan Jembatan Ciganéa Mobil Mindeng Tikusruk ka Jurang

  Mobil treuk tikusruk dii Jembatan Cigan éa, Jatiluhur, Purwakarta.* Laporan : Heri Purnomo Kaahéngan Jembatan Ciganéa Mobil Mindeng Tikusruk ka Jurang CIGANEA – Warta Sunda Nusantara, Jembatan Cilampahan, Ciganéa Kabupatén Purwakarta sering aya mobil tikusruk ka jurang. Keur mah di wewengkon éta mindeng kajadian. Ceuk sakaol mah éta téh aya nu ngageueuh. Malah ceuk kolot baheula tiap kendaraan nu kadinya kudu méré kode ngelaksonan tilu kali. Cirining masihan pennghargaan ka nu ngageugeuh jembatan éta.   Saperti ayeuna, poé Salasa (29/9/2020) mobil treuk tikusruk jam 07.35 WIB di jembatan Cilampahan – Ciganéa. Ngan untung Supir jeung Keneka salamet.   Nepika turun warta ieu can meunang hasil katerangan ti pihak korban sarta pihak kepulisian.*** Heri Purnomo

10 Imah Warga di Kp. Cisarua Désa Sukamulya, Tegalwaru Kabawa Angin

  PURWAKARTA – Warta Sunda Nusantara, Sapuluh imah milik warga Kampung Cisarua RW.02 RT.013 sarta RT.14 Désa Sukamulya Kecamatan Tegalwaru Kabupatén Purwakarta, poé Saptu (26/9/2020) keuna kamusibahan angin puting beliung, nu ngabalukarkeun imah warga ancur. Dina hal ieu mah teu aya korban jiwa tina musibah éta, lantaran wargana aya dilaluar imah.   Kajadian angin gedé éta datangna ti beulah kidul kira-kira 16.00 WIB. Musibah éta ngabalukarkeu kenteng-kenteng imah tur kai-kai penyanggah imahna ogé kabawa ngapung teu kuat nahan angin. "Kajadian lumangsung aya kana 10 menitan," kitu ceuk Sopandi (68) warga setempat ka Warta Sunda Nusantara, poé Ahad (27/9/2020).   Nurutkeun sumber, yén imah warga ancur akibat angin puting beliung éta diantrana imah 1. Bapa Sudirman kamar jeung dapur roboh, 2. Bapa Uud kentengna haliber, 3. Bapa Asép hateup dapur kabawa ngapung, 4. Bapa Denih ogé hateup imah katut kentengna ka bawa ngapung, 5. Bapa Tupiadi asbes kentengna ka bawa ngapu

Poé ieu : H. Suhaemi UPTD Manten Plered, Tilar Dunya

  Warta Sunda Nusantara, Innalilahi wainnailaihi rojiuun, Titis tulis Bagja diri, takdir teu bisa dipungkir, qodar teu bisa dipungpang, poé Ahad ieu, poé punungtung pikeun H. Suhaemi, S.Pd, M.Pd (Ka. UPTD Plered Manten) dina  ngambah Sagara Kahuripan di alam Dunya. Poé ieu Pa Haji Suhaémi mulang ka alam kalanggengan, nyungsi poé panjang anu sampurna.  Ngantunkeun dina dinten Ahad, ping 20 September 2020, jam 18.45 WIB, di RS. Bayu Asih Purwakarta. Mugia mulangna Almarhum sing dipapag ku kanyaahna Gusti nu murbeng alam, ogé mugia Gusti nu Maha welas tur Maha Asih, meresihan diri Almarhum. Tina Sagala dosa, malah mandar Almarhum cicing tumaninah Dina sawargana Alloh...... Aamiin yaarobbal Alamiin...